TARI GLIPANG
Kesenian Glipang
ini berkembang dan dikenal di wilayah Kabupaten Probolinggo dan daerah
sekitarnya, seperti Kabupaten Lumajang, Jember dan Pasuruan. Kesenian
tradisional ini sangat digemari dan sangat populer di daerah-daerah tersebut di
kalangan rakyat, khususnya kalangan anak muda.
Tari Glipang adalah
sebuah tari rakyat yang merupakan bagian dari pada kesenian tradisional
Kabupaten Probolinggo.Tidak ada bedanya dengan tari Remo yaitu sebuah tari khas
daerah Jawa Timur yang merupakan bagian dari kesenian Ludruk. Parmo cucu
pencipta Tari Glipang kepada Bromo Info mengatakan Tari Glipang berasal dari
kebiasaan masyarakat. Kebiasaan yang sudah turun temurun tersebut akhirnya
menjadi tradisi. Dia menjelaskan, Glipang bukanlah nama sebenarnya tarian
tersebut..
“Awalnya nama tari tersebut “Gholiban” berasal dari Bahasa Arab yang artinya kebiasaan. Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut akhirnya sampai sekarang menjadi tradisi,” kata Parmo asal warga Pendil Kecamatan Banyuanyar. Tari Gholiban/Tari Glipang tersebut mempunyai 3 gerakan. Dimana tiap-tiap gerakan tersebut mempunyai makna dan cerita pada saat diciptakan.
“Awalnya nama tari tersebut “Gholiban” berasal dari Bahasa Arab yang artinya kebiasaan. Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut akhirnya sampai sekarang menjadi tradisi,” kata Parmo asal warga Pendil Kecamatan Banyuanyar. Tari Gholiban/Tari Glipang tersebut mempunyai 3 gerakan. Dimana tiap-tiap gerakan tersebut mempunyai makna dan cerita pada saat diciptakan.
Pertama tari olah
keprajuritan atau yang biasa disebut dengan Tari Kiprah Glipang.Tari Kiprah
Glipang ini menggambarkan ketidakpuasan Sari Truno kepada para penjajah
Belanda. Kedua, Tari Papakan yang mempunyai makna bertemunya seseorang setelah
lama berpisah. Ketiga, Tari Baris yang menggambarkan para prajurit Majapahit
yang berbaris ingin tahu daerah Jawa Timur.
Sejarah kesenian glipang
Kesenian glipang lahir di desa Pendil, Kecamatan Nanyanyar, 12 km di tenggara kota Probolinggo. Mata pencaharian penduduknya adalah dagang dan tani berdasarh Madura dan pemeluk agama Islam patuh. Kesenian Glipang direvitalisasi dan dipopulerkan oleh seorang penduduk desa Pendil bernama Sarituno, dimaksudkan sebagai sarana hiburan tahun 1935.
Nampaknya latar belakang sosial dari kehidupan Sarituno
sangat berpengaruh dalam seni ciptaannya yang bernama Glipang ini. Sarituno
adalah pendatang dari Pulau Madura, menetap di pantai utara Pulau Jawa (Jawa
Timur) di desa Pendil, tersebut. Mula-mula ia adalah mandor penebang tebu di
pabrik gula Sebaung, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo. Karena sering
terjadi pertentangan dengan sinder-sinder Belanda yang sewenang-wenang tingkah
lakunya, maka Sarituno memilih berhenti bekerja di pabrik gula tersebut. Jiwa
perlawanan terhadap penjajah Belanda itu mempengaruhi kesenian Glipang
ciptaannya, sebagai ekspresi jiwanya tersebut tertuang dalam bentuk tari kiprak
Glipang.
Secara
umum dapat diutarakan ciri-ciri penyajian kesenian Glipang:
1. Pola
penyajian memiliki struktur tertentu dan tema tertentu.
2. Lagu-lagu
bernafaskan agama Islam.
3. Alat
musik yang digunakan terdiri dari satu jedhor, dua ketipung besar (lake’an dan
bhine’an), tiga sampai lima terbang/kecrek.
4. Pola
permainan musik merupakan ansamble dari jedhor, terbang/kecrek dan vokal.
5. Bahasa
yang digunakan dalam vokal/dialog ialah bahasa Jawa dan Madura dibumbui bahasa
Arab.
6. Unsur-unsur
gerak, kreativitas pribadi dari unsur-unsur gerak pencak silat.
7. Tokoh-tokoh
pelaku sesuai dengan lakon yang dibawakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar