Jumat, 03 Agustus 2012

tari glipang


TARI GLIPANG 


Kesenian Glipang ini berkembang dan dikenal di wilayah Kabupaten Probolinggo dan daerah sekitarnya, seperti Kabupaten Lumajang, Jember dan Pasuruan. Kesenian tradisional ini sangat digemari dan sangat populer di daerah-daerah tersebut di kalangan rakyat, khususnya kalangan anak muda.
Tari Glipang adalah sebuah tari rakyat yang merupakan bagian dari pada kesenian tradisional Kabupaten Probolinggo.Tidak ada bedanya dengan tari Remo yaitu sebuah tari khas daerah Jawa Timur yang merupakan bagian dari kesenian Ludruk. Parmo cucu pencipta Tari Glipang kepada Bromo Info mengatakan Tari Glipang berasal dari kebiasaan masyarakat. Kebiasaan yang sudah turun temurun tersebut akhirnya menjadi tradisi. Dia menjelaskan, Glipang bukanlah nama sebenarnya tarian tersebut..
“Awalnya nama tari tersebut “Gholiban” berasal dari Bahasa Arab yang artinya kebiasaan. Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut akhirnya sampai sekarang menjadi tradisi,” kata Parmo asal warga Pendil Kecamatan Banyuanyar. Tari Gholiban/Tari Glipang tersebut mempunyai 3 gerakan. Dimana tiap-tiap gerakan tersebut mempunyai makna dan cerita pada saat diciptakan.
Pertama tari olah keprajuritan atau yang biasa disebut dengan Tari Kiprah Glipang.Tari Kiprah Glipang ini menggambarkan ketidakpuasan Sari Truno kepada para penjajah Belanda. Kedua, Tari Papakan yang mempunyai makna bertemunya seseorang setelah lama berpisah. Ketiga, Tari Baris yang menggambarkan para prajurit Majapahit yang berbaris ingin tahu daerah Jawa Timur.



Sejarah kesenian glipang

Kesenian glipang lahir di desa Pendil, Kecamatan Nanyanyar, 12 km di tenggara kota Probolinggo. Mata pencaharian penduduknya adalah dagang dan tani berdasarh Madura dan pemeluk agama Islam patuh. Kesenian Glipang direvitalisasi dan dipopulerkan oleh seorang penduduk desa Pendil bernama Sarituno, dimaksudkan sebagai sarana hiburan tahun 1935.
Nampaknya latar belakang sosial dari kehidupan Sarituno sangat berpengaruh dalam seni ciptaannya yang bernama Glipang ini. Sarituno adalah pendatang dari Pulau Madura, menetap di pantai utara Pulau Jawa (Jawa Timur) di desa Pendil, tersebut. Mula-mula ia adalah mandor penebang tebu di pabrik gula Sebaung, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo. Karena sering terjadi pertentangan dengan sinder-sinder Belanda yang sewenang-wenang tingkah lakunya, maka Sarituno memilih berhenti bekerja di pabrik gula tersebut. Jiwa perlawanan terhadap penjajah Belanda itu mempengaruhi kesenian Glipang ciptaannya, sebagai ekspresi jiwanya tersebut tertuang dalam bentuk tari kiprak Glipang.
Secara umum dapat diutarakan ciri-ciri penyajian kesenian Glipang:
1.      Pola penyajian memiliki struktur tertentu dan tema tertentu.
2.      Lagu-lagu bernafaskan agama Islam.
3.    Alat musik yang digunakan terdiri dari satu jedhor, dua ketipung besar (lake’an dan bhine’an), tiga sampai lima terbang/kecrek.
4.      Pola permainan musik merupakan ansamble dari jedhor, terbang/kecrek dan vokal.
5.      Bahasa yang digunakan dalam vokal/dialog ialah bahasa Jawa dan Madura dibumbui bahasa Arab.
6.      Unsur-unsur gerak, kreativitas pribadi dari unsur-unsur gerak pencak silat.
7.      Tokoh-tokoh pelaku sesuai dengan lakon yang dibawakan.